Renungan PINGGIR, KOLOSE 3 : 5 – 17

Mengenakan pakaian baru, dan melepaskan yang lama, dapat dikenakkan sebagai metafora Spiritual. Peter L. Berger –sosiolog dari Austria-Amerika dalam buku “The Social Construction of Reality”— berkata : “pakaian dapat menjadi bagian dari konstruksi sosial yang mempengaruhi identitas dan perilaku seseorang. Dalam konteks ini, pakaian dapat mencerminkan keadaan batiniah seseorang melalui pilihan gaya dan identitas yang mereka tampilkan”. NAMUN jauh sebelum pendapat ini rasul Paulus telah menyampaikan kepada jemaat di Kolose, agar mereka menanggalkan manusia yang lama dan mengenakan manusia baru. Bahkan, seruan-seruan rasuli ini dipengaruhi oleh perkataan Kristus dalam dialognya dengan Nikodemus, tentang mengenakan manusia baru sebagai bentuk “lahir baru” ( band. Yohanes 3 ). Paulus menyadadari, kehidupanya yang mengenakan manusia lama adalah permusuhan dengan Allah, sedangkan kehidupannya yang mengenakan manusia baru adalah kehidupan yang terus menerus dibaharui untuk memeperoleh pengetahuan yang benar menurut gambar Allah. Kolose 3:5-17 adalah nasehat spiritual dalam menghadapi ajaran-ajaran sesat yakni “filsafat yang kosong dan palsu menurut ajaran turun temurun dan roh roh dunia” (Kolose 2:8). Godaan-godaan ini mesti dihadapi dengan ajaran yang murni dan sejati. Perikop minggu ini adalah ajaran ajaran murni dan sejati, yang bukan saja penting di zaman itu, tapi juga relevan di zaman kemudian bahkan sekarang ini.
Pertama : “menanggalkan manusia lama” (ayat 5-9). Moralitas atau prilaku ML (Manusia Lama) itu berkaitan dengan keinginan atau cara hidup yang duniawi, yakni : percabulan, kenajisan, hawa nafsu, nafsu jahat, keserakahan yang semuanya itu sama dengan penyembahan berhala (ayat 5). Filsafat kosong dan ajaran turun temurun, bukan saja tidak mampu memendung prilaku amoral, tetapi bahkan menjerumuskan ke dalam jurang kesesatan yang semakin dalam. Karena prilaku amoral ML ini maksiat dan bejat, ditambah lagi dengan kerusakan relasi social buruk dengan sesama dalam bentuk: marah, fitnah, kata-kata kotor, dan dusta (ayat 8-9) . Paulus mengingatkan agar cara hidup yang duniawi itu mesti dimatikan (Yun. “nekroo” = matikanlah, matikan sampai pucuk), bukan cuma dilepaskan atau ditanggalkan, tetapi “nekroo”, tapi matikan dan bunuh serta hapus sampai ke akar-akarnya, sehingga tidak ada bekas sedikitpun yang tersisa. Sedangkan “relasi sosial yang buruk” perlu dibuang (Yun, “apothitemi” = buanglah, penjarakan, tinggalkan, lupakanlah ) jangan ikut-ikutan dengan prilaku dan moral dunia, namun jemaat Kolose mesti mengambil komitmen sebagai pengikut Kristus mereka harus rela meninggalkan semua prilaku manis tetapi menyesatkan.
Kedua : “mengenakkan manusia baru” (ayat 10-17). Manusia Baru (MB), bukan menjadi sempurna dalam metafora duniawi, namun menjadi “sempurna” seperti kata Paulus dalam ayat 10b “terus menerus diperbahauri untuk memperoleh pengetahuan yang benar menurut gambar Khaliknya”. MB, memiliki kehidupan moral yang terus menerus dimurnikan menjadi prilaku sejati, selalu mengenakan : belas-kasihan, kemurahan, kerendahan hati, kelemah-lembutan, dan kesabaran, serta pengampunan. Di mana pakaian yang baru itu semuanya dibuat dan dijalin dalam KASIH yang mengikat, mempersatukan dan menyempurnakan, bahkan ada damai Sejahtera Kristus yang memerintah di hati ( ayat 12-15). Tanda-tanda MB itu juga nampak di dalam prilaku dan perkataannya di mana “perkataan Kristus diam dengan segala kekayaan di dalam kamu”. Sungguh MB adalah cerminan kehidupan Kristus selalu berada di dalamnya. Minggu awal September 2025, di bulan HUT GMIM Bersionde ini, warga gereja dipanggil untuk mengenakkan MB dan menanggalkan ML, seperti nyanyian yang selalu kita nyanyikan sebelum mendengar khotbah : yang dalam refreinnya berpesan “ku mau seperti-Mu Yesus disempurnakan selalu, dalam segenap jalanku, memuliakan nama-Mu”. Amin
